Assalaamu 'Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa
Barokaatuh ...
Bismillaah Wal Hamdulillaah ...
Wash-sholaatu Was-salaamu 'Alaa
Rasuulillaah ...
Wa 'Alaa Aalihi Wa Shohbihi Wa Man
Waalaah ...
Kitab Minhaajus Sunnah fii Naqdhi Kalaami Asy-Syii’ah
wa Al-Qoadariyyah adalah karya Asy-Syeikh Ahmad b Abdul Halim b
Abdissalam rhm (671 – 728 H) yang masyhur dengan sebutan Ibnu Taimiyah.
Kitab tersebut banyak dikaji dan ditakhrij oleh Ulama, salah satunya ditakhriij
oleh Muhammad Aiman Asy-Syabroowi, terbitan Darul Hadits – Cairo – Mesir, 4
jlid 8 juz dengan total 2.400 halaman, cetakan tahun 1425 H / 2004 M.
Kitab tersebut ditulis oleh Ibnu Taimiyah rhm sebagai
tanggapan terhadap Kitab Minhaajul Karoomah fii Ma’rifatil Imaamah karya Abu Manshur Hasan b Yusuf b Muthohhar Al-Hilliy (w : 726 H) seorang
Ulama Syiah Roofidhoh yang dalam kitabnya tersebut menghujat para Shahabat Nabi
SAW, khususnya Dua Khalifah yang mulia yaitu : Sayyiduna Abu Bakar RA dan
Sayyiduna Umar RA.
Dalam kitab tersebut, Ibnu Taimiyah rhm dengan sangat bagus
dan brillian melakukan pembelaan terhadap para Shahabat Nabi SAW
dari serangan Syiah Roofidhoh, namun sayang mungkin karena terlalu semangat
atau penuh emosi, sehingga dalam menanggapi hujatan Syiah Roofidhoh tersebut, terkadang
beliau kebablasan sehingga merendahkan Ahli Bait Nabi SAW.
IBNU
TAIMIYAH DAN SAYYIDAH KHADIJAH RA
Ibnu Taimiyah rhm dengan sangat bagus sekali
melakukan pembelaan terhadap Sayyidah Aisyah RA yang dilecehkan Syiah Roofidhoh.
Beliau dengan sangat cermat dan teliti mengemukakan hujjah-hujjah yang kuat tak
terbantahkan. Namun, saking semangatnya menyerang Syiah Roofidhoh yang
menyanjung Sayyidah Khadijah RA dengan merendahkan Sayyidah Aisyah RA, sehingga
Ibnu Taimiyah rhm terjebak dalam posisi kebalikannya yaitu menyanjung Sayyidah
Aisyah RA dengan merendahkan Sayyidah Khadijah RA.
Dalam pembelaannya terhadap Sayyidah Aisyah RA, Ibnu
Taimiyah rhm meremehkan peran Sayyidah Khadijah RA dengan menyebut bahwa manfaat
iman Sayyidah Khadijah RA hanya terbatas untuk Nabi SAW dan tidak manfaat buat
umat Islam. (Juz 4 hal.138 ).
IBNU
TAIMIYAH DAN SAYYIDAH FATHIMAH RA
Ibnu Taimiyah rhm juga sangat piawai dan cerdas
dalam membela Sayyiduna Abu Bakar RA dari serangan Syiah Roofidhoh, sehingga
semua hujjah Syiah Roofidhoh rontok dan terserabut hingga akar-akarnya. Namun,
tatkala beliau menyoroti dan mengulas tentang perselisihan yang terjadi antara
Sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyidah Fathimah RA terkait Tanah Fadak,
maka Ibnu Taimiyah rhm terjebak dalam sikap merendahkan Sayyidah Fathimah RA.
Dalam kitab tersebut Ibnu Taimiyah rhm menyatakan tentang
Sayyidah Fathimah RA putri Rasulullah SAW, antara lain :
a)
Bahwa Pertikaian Fathimah RA dan Abu Bakar RA
telah menjadi cela dan cacat buat Fathimah RA. (Juz
4 hal. 111).
b) Bahwa Sikap Fathimah RA tercela
karena ingin menyampaikan keluhan kepada Rasulullah SAW di Hari Akhir nanti
tentang keadaan yang menimpanya sepeninggal sang ayah, padahal keluhan itu
semestinya kepada Allah SWT bukan kepada Nabi SAW. (Juz 4 hal.111).
c) Bahwa Kemarahan Fathimah RA terhadap Abu Bakar
RA seperti kemarahan kaum munafiqin karena hanya lantaran sebab
tidak diberi permintaannya. (Juz 4 hal.112).
d) Bahwa Fathimah RA bodoh dan berdosa
karena berwasiat agar jenazahnya tidak dishalatkan Abu Bakar RA. (Juz 4
hal.113).
e) Bahwa tidak ada keutamaan Fathimah
RA yang terkait ridho Allah SWT ada dalam ridhonya dan kemurkaan Allah SWT ada
dalam murkanya. (Juz 4 hal.114).
f)
Bahwa yang menyakiti Fathimah RA adalah
Ali RA, karena ingin memadunya dengan putri Abu Jahal, sehingga Nabi SAW murka.
(Juz 4 hal 115).
g) Bahwa Kesedihan Fathimah RA atas kematian
ayahandanya, yaitu Rasulullah SAW, sebagai kesedihan yang tidak perlu
karena tidak diperintah oleh Nabi SAW. (Juz 8 hal.243 ).
IBNU
TAIMIYAH DAN SAYYIDUNA ALI RA
Dalam kitab Minhaajus Sunnah tersebut, Ibnu
Taimiyah rhm menyebutkan tentang Sayyiduna Ali b Abi Thalib RA antara lain sebagai
berikut :
a)
Bahwa Ali RA bodoh karena
berhujjah dengan wasiat Fathimah RA agar jenazahnya tidak dishalatkan Abu Bakar
RA. (Juz 4 hal 113).
b)
Bahwa Ali RA tidak adil dan pelaku
Nepotisme serta membenci rakyatnya sendiri. (Juz 6 hal.11 & Juz 7 hal.260).
c)
Bahwa Ali RA tidak dibaiat sebagai khalifah
kecuali oleh golongan kecil atau sedikit, bahkan
banyak orang baik yang memeranginya. Dan Ali RA selama
kekhilafahannya tidak menampakkan / menjayakan agama Islam. Serta pembaiatan
Ali RA tidak disepakati oleh umat Islam, dan selama kekhalifahannya pedang
hanya terhunus untuk orang Islam. (Juz 4 hal.51, 56 dan 75).
d)
Bahwa Ali RA ditegur keras oleh
Nabi SAW saat hendak memadu Fathimah RA dengan putri Abu Jahal, dan Ali RA membantah
saat diajak shalat malam oleh Nabi SAW dengan alasan Qadar. (Juz 4 hal 110 dan 115).
e)
Bahwa pendapat Ali RA banyak bertentangan
dengan Hadits Nabi SAW, dan Ali RA sering tidak mau mencabut
pendapatnya yang sudah terang-terangan bertentangan dengan Hadits Nabi SAW. Dan
Ali RA pernah menunda pembaiatan Abu Bakar karena ia yang ingin jadi Khalifah.
(Juz 6 hal.16 dan Juz 7 hal.243).
f)
Bahwa Ali RA tidak menjadi rujukan
karena tidak ada satu pun Imam Madzhab yang ikut fiqihnya, bahkan Ahli Madinah
tidak ada yang ambil ilmunya, karena Ali RA tidak banyak tahu hadits. (Juz 6 hal.22, Juz
7 hal.277-278 dan 283 & Juz 8 hal.28).
g)
Bahwa Ali RA telah membuat perang yang tidak
ada mashlahat buat agama mau pun dunia, dan dalam kekhilafahannya tak
seorang kafir pun terbunuh dan tak seorang muslim pun yang gembira. Dan Ali RA hanya perang untuk jabatan dan kekuasaan dengan
mengorbankan orang banyak. (Juz
4 hal 175 & Juz 6 hal.105 ).
h) Bahwa dalil keabsahan Kekhilafahan
Ali RA sedikit, dan selama kekhilfahannya tidak pernah memerangi
orang Kafir, dan tidak pernah pula ada penaklukan negeri Kafir, karena perang
antara kaum muslimin sendiri. (Juz 1
hal.320, Juz 4 hal. 208 – 210 & 226 - 230 ).
i) Bahwa Ali RA tidak mendapat pujian
dari Nabi SAW lebih tinggi daripada Umar RA mau pun Utsman RA serta Shahabat
lainnya, bahkan Ali ditegur keras oleh Nabi SAW. (Juz 4
hal.110).
j) Bahwa Hijrah Ali RA hanya untuk menikahi
Fathimah RA, sehingga Hijrah Ali RA bukan untuk Allah SWT dan Rasul-Nya. (Juz
4 hal.116).
k) Bahwa Ali RA tidak memiliki keutamaan
di atas Shahabat lain dalam soal Zuhud, Ibadah, Ilmu, Kecerdasan, Khithobah,
Fashohah, Fiqih, Kesilaman, Keberanian mau pun Kekerabatannya dan Kedekatannya
dengan Nabi SAW (Juz 5 hal.9 -38
& Juz 8 hal 29 – 50 dan 223-225 serta 263 – 287).
l) Bahwa kebanyakan Shahabat dan Tabi’in
membenci Ali RA dan mencacinya serta memeranginya. (Juz 7 hal.77 dan Juz
8 hal.124).
m) Bahwa keislaman Ali RA tidak
memiliki pengaruh yang bagus kecuali sama dengan keislaman shahabat
yang lain, bahkan keislaman Shahabat yang lain lebih besar pengaruhnya daripada
keislaman Ali RA.(Juz 7 hal.109).
n)
Bahwa peran Ali RA dalam perang Badar mau pun
perang-perang lainnya tidak seberapa. (Juz 7 hal 110 dan
Juz 8 hal.50 - 70).
o) Bahwa umat Islam dari Timur hingga Barat,
termasuk penduduk Madinah hampir tidak pernah mengambil pendapat
Ali RA.(Juz 8 hal.28).
p)
Bahwa Ali RA sebagai orang paling berani adalah
pernyataan dusta. (Juz 8 hal.44).
q)
Bahwa Islamnya Ali RA masih kecil sehingga diragukan
dan masih perlu dipertanyakan. (Juz 8 hal 153 dan 224 - 225
).
r) Bahwa Muawiyah RA tidak ingin perang, tapi Ali RA
yang inginkan perang dan memulainya, maka Muawiyah RA hanya bela diri, sehingga
Ali RA yang tercela dan bersalah karena menumpahkan
darah kaum muslimin. (Juz 4 hal.200).
s)
Bahwa Ali RA salah karena telah
memberhentikan Muawiyah RA tanpa alasan, dan Ali RA juga salah
dalam ijtihadnya memerangi Mu’waiyah RA, bahkan sulit diampuni. (Juz 4 hal. 207- 209 dan Juz 6 hal.25 ).
t) Bahwa Ali RA telah memulai memerangi orang
Islam yang tidak memeranginya dengan alasan Bughot hingga ribuan kaum
muslimin terbunuh, dan sebagian Ulama menyetujui pendapatnya, tapi kebanyakan
Ulama menyalahinya. (Juz 8 hal.123 - 124).
u) Bahwa Ali RA dalam kepemimpinannya tidak
memerangi orang kafir dan tidak juga merebut suatu kota, bahkan
membunuh seorang kafir pun tidak. (Juz 8 hal.128).
v) Bahwa hubungan mushoharah Ali RA
dengan Rasulullah SAW tidak sesempurna hubungan mushoharah Ustman RA dengan
Nabi SAW. (Juz 8 hal.125).
w)
Bahwa Abu Bakar RA, Umar RA dan Utsman RA tidak
membutuhkan Ali RA. (Juz 8 hal. 149).
x)
Bahwa membenci Ali RA tidak munafiq.
(Juz 4 hal.135-136 dan Juz 7 hal.83 - 86).
y)
Bahwa Ali RA seperti Fir’aun. (Juz
4 hal 136 & 227).
z)
Bahwa Ali RA amal terbaiknya hanya
memerangi Khawarij. (Juz 6 hal.65).
IBNU
TAIMIYAH DAN CUCU RASULULLAH SAW
Saat membela Mu’awiyah RA serta Yazid dan Bani Umayyah, Ibnu
Taimiyah RA lagi-lagi terjebak dalam penghinaan terhadap Ahlul Bait Nabi SAW,
di antaranya adalah Dua Cucu Rasulullah SAW yaitu Sayyiduna Al-Hasan RA dan
Sayyiduna Al-Husein RA. Di antaranya beliau menyatakan :
a) Bahwa tidak ada dalil tentang
kezuhudan dan keilmuan Al-Hasan RA dan Al-Husein RA, sedang julukan keduanya
sebagai Dua Pemimpin Pemuda Surga tiada makna istimewa. (Juz 4 hal 19 –
20 dan 78).
b)
Bahwa Al-Husein RA menginginan kekuasaan,
namun saat tidak mampu baru minta dipertemukan dengan Yazid. (Juz 2 hal. 29).
c) Bahwa Yazid adalah Khalifah yang sah, sedang Al-Husein
RA adalah pemberontak yang salah, karena Al-Husein tidak
sabar, sehingga pemberontakannya tidak ada manfaat agama mau pun dunia,
bahkan hanya menyebabkan fitnah besar. (Juz 4 hal.241).
d)
Bahwa pembunuhan terhadap Al-Husein RA masalah
kecil dibandingkan dengan pembunuhan para nabi oleh Bani Israil, karena
Al-Husein bukan Nabi. ( Juz 4 hal.252 ).
e) Bahwa sejahat-jahatnya Umar b Sa’ad Si
Pembunuh Al-Husein RA tetap muslim tidak murtad, bahkan jauh
lebih baik daripada Mukhtar Ats-Tsaqofi Si Pembela Al-Husein RA yang akhirnya
murtad karena mengaku sebagai Nabi.(Juz
2 hal.31).
Itulah sebabnya, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqolani rhm
dalam kitab Ad-Durorul Kaaminah saat mengulas tentang Ibnu Taimiyah,
menyatakan :
" ومنهم من ينسبه إلى النفاق لقوله في علي ما تقدم ."
Artinya
: ”Dan daripada mereka (para Ulama) ada yang menisbahkannya (Ibnu Taimiyah)
kepada Nifaq, karena ucapan / pernyataannya terhadap Ali
sebagaimana telah disebutkan.”
Nah, kini pertanyaannya : ”Apa hukum menghina dan
merendahkan Ahli Bait Nabi SAW yang juga merupakan Shahabat paling setianya,
seperti Khadijah, Fathimah, Ali dan Al-Hasan serta Al-Husein, rodhiyallaahu
‘anhum ?”
WAHABI MEMBELA IBNU TAIMIYAH
Kaum ”Wahabi Ekstrim” berbeda dengan ”Wahabi
Moderat”. Kalangan ”Wahabi Moderat” tidak sungkan
menerima kritik Ulama Aswaja terhadap Ibnu Taimiyah rhm, dan mereka pun dalam
membela Ibnu Taimiyah rhm tetap santun dan tidak berlebihan.
Sedang Kalangan ”Wahabi Ekstrim” terlalu
berlebihan dalam membela Ibnu Taimyah, seolah Ibnu Taimiyah itu ”Nabi”
yang ”Ma’shum tanpa dosa dan kesalahan”. Semua
kritik Ulama Aswaja terhadap Ibnu Taimiyah disebut sebagai FITNAH, bahkan
siapa pun yang mengkritik Ibnu Taimiyah, langsung dituduh Syiah, atau divonis
ternodai oleh paham Syiah, lebih dari itu mereka terkadang langsung
mengkafirkannya dan menghalalkan darahnya.
Kaum ”Wahabi Ekstrim” pun mengkatagorikan Ibnu
Taimiyah sebagai Ulama Salaf, sehingga siapa yang mengkritiknya
berarti menghina dan melecehkan Ulama Salaf. Padahal, Terminologi
Salaf itu hanya berlaku bagi Kaum Sholihin yang hidup di Tiga Abad
Pertama Hijriyyah, sesuai hadits Nabi SAW yang berbunyi :
” خير القرون قرني هذا ، ثم الذي يليه ، ثم الذي يليه ”.
”Kurun (Abad) terbaik adalah kurunku ini, kemudian yang berikutnya, lalu yang berikutnya.”
Nah, Kaum Sholihin yang hidup di masa tersebut adalah
Shahabat, kemudian Tabi’in, lalu Tabi’it Tabi’in. Karenanya, Ibnu Taimiyah rhm
tidak termasuk Ulama Salaf, sebab beliau lahir di akhir Abad
Ketujuh Hijriyyah dan wafat di awal Abad Kedelapan Hijriyyah, bukan di Tiga
Abad Pertama Hijriyyah yang merupakan Zaman Salaf dengan kesepakatan Ulama.
Dalam soal pernyataan Ibnu Taimiyah rhm terhadap kehormatan
Ahli Bait Nabi SAW yang sudah terang benderang termaktub dalam
kitab karangannya sendiri, bahkan para Ulama Aswaja telah menanggapi dan memberi
penilaian sejak ratusan tahun lalu, melalui kitab-kitab mereka yang mu’tabar,
tetap saja Kaum ”Wahabi Ekstrim” menyatakan itu semua FITNAH.
Jadi, jangan heran jika ”Wahabi Ekstrim”
selalu menuduh bahwa Aswaja adalah Pendusta, Pembohong, Penyebar Fitnah dan
Pemecah Belah Umat. Padahal, sebetulnya merekalah yang Pendusta, Pembohong,
Penyebar Fitnah dan Pemecah Belah Umat. Itulah yang disebut Maling Teriak
Maling.
Kaum ”Wahabi Ekstrim” berusaha membela Ibnu
Taimiyah rhm dengan ”dalih” bahwa : ”Sesungguhnya semua
pernyataan yang menghujat Ahli Bait Nabi SAW dalam kitab Minhaajus Sunnah
bukanlah pernyataan Ibnu Taimiyah, melainkan pernyataan Kaum Nawaashib yang
dinukilkan Ibnu Taimiyah untuk menanggapi Kaum Roofidhoh. Buktinya, dalam kitab
tersebut Ibnu Taimiyah ada memuji dan membela Ahlul Bait ”
CATATAN ASWAJA
Namun Aswaja memiliki beberapa catatan terhadap pembelaan
Wahabi tersebut, antara lain :
1.
Kenapa semua pernyataan Kaum Roofidhoh
yang menghujat Shahabat Nabi SAW dijawab secara tegas dan lugas serta tuntas
oleh Ibnu Taimiyah rhm, namun banyak pernyataan Khawaarij / Nawaashib
yang menghujat Ahli Bait Nabi SAW justru tidak dijawab tuntas oleh Ibnu
Taimiyah, bahkan justru dijadikan alat untuk menjawab Roofidhoh ?!
2.
Apalah artinya pembelaan dan pujian Ibnu
Taimiyah rhm untuk Ahlul Bait, jika dicampur dengan aneka hinaan dan pelecehan
? Justru, jadi kontradiksi
dan terkesan ”Mudzabdzab”.
3. Pola Jawab Ibnu Taimiyah rhm terkesan
sangat angkuh dan terasa amat berlebihan, sehingga terkadang beraroma merendahkan
Ahlul Bait, misalnya :
a)
Juz 2 hal. 27 Ibnu Taimiyah menyatakan :
”Jika mereka
(Roofidhoh) berhujjah tentang kemutawatiran riwayat keislaman Ali dan Hijrah
serta Jihadnya, maka riwayat mereka (Khawaarij / Nawaashib) pun Mutawatir
tentang keislaman Mu’waiyah, Yazid, dan para Khulafa Bani Umayyah dan Bani
Abbas, serta tentang Shalat, Puasa dan Jihadnya melawan orang-orang kafir. Jika
mereka (Roofidhoh) menuduh mereka dengan Nifaq, maka Khawarij (Nawaashib) pun
lebih bisa menuduh (Ali) dengan Nifaq. Jika mereka (Roofidhoh) menyebutkan
suatu dalih, mereka (Khawaarij) punya dalih lebih hebat lagi.”
b)
Juz 4 hal.175 Ibnu Taimiyah menyatakan :
“ Jika Rafidhi
menyatakan bahwa Mu’awiyah adalah Pemberontak yang Zholim, maka Nashibi
(Khawaarij) akn mengatakan kepadanya : ”Ali juga Pemberontak Zholim, karena
membunuh kaum muslimin untuk merebut kekuasaannya, dan dia yang memulai perang,
serta menyerang umat Islam, lalu menumpahkan darah umat Islam tanpa manfaat
bagi mereka, baik manfaat dunia mau pun akhirat, dan di zamannya pedang
terhunus terhadap kaum muslimin, tidak pernah diarahkan ke kaum kafirin.”
c)
Juz 6 hal.185 Ibnu Taimiyah mengatakan :
”Inilah Hujjah
Khawarij (Nawaashib). Dan Hujjah mereka dalam menghujat Ali lebih kuat daripada
Hujjah Syiah (Roofidhoh) dalam membela Ali. Dan Pedang mereka lebih kuat
daripada pedang Syi’ah, Agama mereka pun lebih sah, dan mereka orang-orang yang
jujur bukan pembohong ...”
Terkait dengan berbagai pernyataan Ibnu Taimiyah rhm yang
tidak patut terhadap Ahlul Bait Nabi SAW, sejumlah Ulama Aswaja telah
menanggapinya melalui berbagai karya tulis mereka, di antaranya adalah kitab Al-Maqoolaat As-Sunniyyah Fii Kasyfi
Dholaalaati Ibni Taimiyyah karya
Asy-Syeikh Abdullah Al-Harawi. Selain itu masih ada kitab Akhthoo-u Ibni Taimiyah Fii Haqqi
Rasuulillaahi wa Ahli Baitihi karya
DR. Mahmud As-Sayyid Shubaih, yang ditanggapi oleh pengikut Ibnu Taimiyah rhm melalui
kitab dengan judul Rof’ul Malaam ‘an
Syaikhil Islaam karya DR. ‘Athiyyah ‘Adlaan.
KESIMPULAN
Ibnu Taimiyah rhm adalah Ulama Besar di zamannya, keluasan
ilmu dan kecerdasannya dalam berhujjah diakui oleh para Ulama Aswaja. Namun
demikian, beliau ”tidak ma’shum”, sehingga tidak luput dari kesalahan dalam berijtihad
sebagaimana Ulama yang lainnya.
Harus kita akui dengan jujur bahwasanya Ibnu Taimiyah rhm
pada akhirnya bertaubat dari sikap ”Takfir” sebagaimana
disebutkan oleh muridnya sendiri yaitu Imam Adz-Dzahabi rhm dalam
kitab Siyar A’laamin Nubalaa Juz 11 Nomor 2.898, tatkala
membahas tentang Imam Asy’ari rhm.
Dan harus kita akui dengan jujur pula bahwasanya Ibnu
Taimiyah rhm pernah menulis sebuah kitab khusus tentang Ahli Bait Nabi SAW
dengan judul Huquuq Aalil Bait. Dalam kitab tersebut
beliau menunjukkan rasa cinta dan penghormatannya yang tinggi terhadap Ahlul
Bait.
Serta mesti kita akui dengan tulus dan ikhlas pula
bahwasanya Ibnu Taimiyah rhm dalam kitabnya Majmuu’ Faataawaa
menolak sikap ”Takfir” antar sesama muslim. Semua pernyataannya
bisa kita cermati antara lain :
1.
Dalam juz 3 hal.245 tentang sikap arif dan
bijaknya dalam menyikapi pihak
yang mengkafirkan dirinya.
2.
Dalam juz 3 hal.353 tentang pengakuannya terkait
Iman dan Taqwa yang dimiliki mereka yang dicapnya sebagai Ahli Bid’ah.
3.
Dalam juz 13 hal.96 ada pengakuannya tentang jasa
Ahli Bid’ah dalam penyebaran Islam.
4.
Dalam juz
13 hal.97 ada
pengakuannya tentang jasa
Ahli Bid’ah dalam membela Islam.
5.
Dalam juz 35 hal.201 ada pengakuannya tentang
Ahli Bid’ah lebih baik daripada Yahudi dan Nashrani.
Karenanya, kami ber-Husnu Zhonn bahwa semua
ungkapan Ibnu
Taimiyah rhm yang negatif tentang Ahli Bait Nabi SAW dalam kitab Minhaajus
Sunnah hanya merupakan sikap lama (qodim) yang sudah diinsyafinya,
atau merupakan kekhilafan
karena luapan emosi saat menanggapi tuduhan-tuduhan keji Kaum Roofidhoh
terhadap Para Shahabat Nabi SAW, sebagaimana digambarkan oleh Imam Ibnu
Hajar Al-‘Asqolani rhm dalam kitab Lisaanul Miizaan :
" وكم من مبالغة
لتوهين كلام الرافضي أدته أحيانا إلى تنقيص علي ."
Artinya
: ”Berapa banyak sikap berlebihan )Ibnu
Taimiyah( dalam
merendahkan perkataan Roofidhi terkadang mengantarkannya kepada merendahkan Ali
RA.”
Hadaaniyallaahu wa Iyyaakum ilaa Shiroothihil Mustaqiim ...
Wallaahul Muwaffiq ilaa Aqwamith Thoriiq ...
Wassalaamu 'Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa Barokaatuh ...
0 komentar:
Posting Komentar