Assalaamu 'Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa Barokaatuh ...
Bismillaah Wal Hamdulillaah ...
Wash-sholaatu Was-salaamu 'Alaa Rasuulillaah ...
Wa 'Alaa Aalihi Wa Shohbihi Wa Man Waalaah ...
Fakta yang tidak bisa
dipungkiri, bahwa pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui Kedutaan
Besarnya di Jakarta sejak akhir tahun 1970 an hingga kini telah
membagikan bea siswa kepada ribuan pelajar Indonesia untuk melanjutkan
kuliah ke berbagai Universitas di Saudi.
Dan pemerintah Republik
Iran melalui Kedutaan Besar Iran di Jakarta sejak awal tahun 1980 an
pasca Revolusi Iran hingga kini, juga telah membagikan bea siswa kepada
ribuan pelajar Indonesia untuk melanjutkan kuliah ke berbagai
Universitas dan Hauzah (-sejenis pesantren-) di Iran.
Tentu pembagian bea siswa
dari Saudi mau pun Iran sangat terpuji dan patut disyukuri, karena
sangat membantu para pelajar Indonesia untuk melanjutkan studinya ke
tingkat yang lebih tinggi. Hanya saja yang menjadi problem adalah
manakala sebagian besar para pelajar tersebut "didoktrin" dengan madzhab
dan pemikiran yang tidak dianut oleh kebanyakan masyarakat Indonesia.
Di Saudi banyak pelajar
Indonesia di-Wahabi-kan, lalu saat pulang kembali ke Tanah Air mereka
membawa misi peng-Wahabi-an umat Islam Indonesia.
Begitu juga di Iran, hampir
semua pelajar Indonesia di-Syiah-kan, lalu saat pulang kembali ke Tanah
Air mereka membawa misi peng-Syiah-an umat Islam Indonesia.
Akhirnya, para pelajar
tersebut menjadi Misionaris Madzhab Wahabi mau pun Syiah di tengah
masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Sunni Asy’ari Syafi’i.
MISIONARIS SYIAH, WAHABI DAN LIBERAL
Gawatnya, ketika di
kalangan para Misionaris Madzhab tersebut mulai ada ”oknum-oknum” yang
berani menyesatkan, bahkan mengkafirkan "Madzhab Asy'ari" sebagai
Madzhab Mayoritas yang sudah ada lebih dulu dari mereka di Indonesia,
maka Konflik Horisontal antar madzhab pun tidak bisa dihindarkan.
Dan yang lebih gawat lagi,
jauh sebelum itu hingga kini, negara-negara Barat pun telah lebih dulu
membagikan bea siswa kepada ribuan pelajar Indonesia untuk melanjutkan
kuliah ke berbagai Universitas di Amerika dan Eropa. Tentu kita bangga
dan berbesar hati serta berterima kasih manakala para pelajar tersebut
di Barat menuntut ilmu di fakultas-fakultas Kedokteran, Tekhnologi dan
Sains Modern serta yang sejenisnya.
Namun ironisnya, tidak
sedikit dari para pelajar tersebut yang menuntut ilmu di fakultas
Islamic Studies (Diraasaat Islaamiyyah) yang ada di berbagai Universitas
Amerika dan Eropa.
Disana mereka mempelajari
Islam kepada para Dosen "Orientalis" dari kalangan Yahudi dan Nashrani,
atau kepada kaum "Oksidentalis" yaitu para Dosen Muslim yang sudah
terkontaminasi dengan pemikiran kaum Orientalis.
Akhirnya, saat pulang
kembali ke tanah air mereka menjadi Misionaris Liberal yang membawa Misi
Liberalisasi agama Islam di Indonesia.
Tentu ke depan, untuk
menghadapi kedatangan 1001 Doktor Wahabi lulusan Saudi, dan 1001 Doktor
Syi’ah lulusan Iran, serta 1001 Doktor Liberal lulusan Barat, yang
menjadi "Misionaris Madzhab" di tengah masyarakat Indonesia merupakan
tantangan berat bagi kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja)
Indonesia.
Apalagi manakala mereka
kembali ke Tanah Air sebagai "Cendikiawan" yang diback-up oleh kekuatan
asing, lalu mereka masuk melalui jalur akademik untuk menyebarkan
madzhab pemikiran mereka di kampus-kampus berbagai universitas. Ditambah
lagi banyak dari mereka yang masuk ke jalur Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif.
TANTANGAN BERAT ASWAJA
Tantangan Aswaja Indonesia
akan semakin berat manakala Gerakan Misionaris Madzhab tersebut
ditunggangi oleh Agenda Politik Global.
Misalnya, Kerajaan Saudi
Arabia yang bertikai dengan Republik Iran menggerakkan Misionaris
Wahabi-nya di seluruh dunia untuk memprovokasi Aswaja agar memerangi
Syi’ah secara fisik, sehingga terjadi penyerangan sporadis terhadap
penganut Syi’ah di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Begitu juga sebaliknya,
Republik Iran menggerakkan Misionaris Syi’ah-nya di seluruh dunia untuk
memprovokasi Aswaja agar memerangi Wahabi secara fisik, sehingga terjadi
penyerangan sporadis terhadap penganut Wahabi di berbagai negara,
termasuk Indonesia.
Jika demikian persoalannya,
maka pertikaian Wahabi dan Syi’ah lebih berwarna "politis" ketimbang
"ideologis". Saudi dan Iran memang sudah sejak lama bertarung
memperebutkan dominasi politik dan hegemoni kekuasaan di Timur Tengah
khususnya dan di Dunia Islam pada umumnya.
Lebih gawatnya, tatkala
Amerika dan Eropa menggerakkan Misionaris Liberal-nya untuk meng-ADU
DOMBA Umat Islam di berbagai belahan Dunia untuk kepentingan politik
global mereka.
Karenanya, tidak sedikit
kaum muslimin yang terprovokasi, sehingga terjadi perang dan pertumpahan
darah antara Sunni dengan Syi’ah, Sunni dengan Wahabi, dan Wahabi
dengan Syiah, bahkan antara Sunni dengan Sunni, Wahabi dengan Wahabi,
dan Syi’ah dengan Syi’ah.
Innaa Lillaahi wa Innaa ilaihi Rooji’uun ...
STRATEGI ASWAJA
Menghadapi ancaman dan
tantangan yang demikian berat, maka Aswaja perlu segera mengambil
langkah-langkah strategis untuk merapatkan barisan dan menyatukan semua
potensi kekuatan.
Ke depan tidak bisa tidak
Aswaja akan berhadap-hadapan dengan mereka "Face to Face", mulai dari
kontak dalil melalui Dialog, bahkan mungkin hingga kontak fisik melalui
Perang Konvensional.
Ingat : Saat MUSYRIKIN
Quraisy mau pun KAFIRIN Ahlul Kitab mengajak Rasulullah SAW berdialog,
beliau hadapi dengan Dialog. Namun saat mereka menghunus pedang
memerangi Nabi SAW, maka beliau sambut dengan pedang juga.
Artinya, hadapi musuh
dengan seimbang : Lawan Imu dengan Ilmu, Hujjah dengan Hujjah, Logika
dengan Logika, Kitab dengan Kitab, Dalil dengan Dalil, Ekonomi dengan
Ekonomi, Politik dengan Politik, Siasat dengan Siasat, dan Senjata
dengan Senjata.
Itulah karakter Strategi Aswaja.
Alhamdulillaahi Robbil 'Aalamiin ...
KARAKTER ASWAJA
Aswaja harus selalu waspada
agar tidak menjadi alat politik dari pihak mana pun, Wahabi atau pun
Syi’ah, apalagi Liberal. Aswaja harus tetap pada ciri dan karakter
khasnya, yaitu : Muhaayid (Netral) dan I’tidaal (Adil), Tawassuth
(Pertengahan) dan Tawaazun (Seimbang), serta juga Tasaamuh (Toleran).
Penghargaan yang tinggi
patut diberikan kepada Universitas Al-Azhar di Cairo – Mesir, karena
telah membuka aneka fakultas dari aneka ragam Madzhab Islam untuk para
mahasiswanya. Setiap mahasiswa yang belajar di Al-Azhar disalurkan
langsung oleh pihak Universitas ke fakultas madzhab yang sesuai dengan
madzhab yang dianut oleh negerinya masing-masing, sehingga saat kembali
pulang ke negerinya tidak membawa Misi Madzhab baru dan tidak menjadi
sumber Konflik Horisontal Antar Madzhab. Para pelajar Indonesia
misalnya, langsung disalurkan oleh pihak Universitas Al-Azhar untuk
mengikuti fakultas yang bermadzhab Syafi’i, karena Indonesia dikenal di
dunia sebagai Negeri Sunni Asy’ari Syafi’i.
Penghargaan yang tinggi
juga patut diberikan kepada Guru Besar kami yang mulia dan tercinta Alm.
Prof. DR. As-Sayyid Muhammad b Alwi Al-Maliki Al-Hasani rhm di Mekkah,
karena walau pun beliau sebagai seorang Ulama Besar yang sangat
dihormati di kalangan madzhab Imam Malik rhm, namun beliau tetap
mengajar Madzhab Syafi’i kepada ribuan muridnya yang berasal dari
Nusantara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Patani di
Selatan Thailand dan Sulu mau pun Mindanau di Selatan Philipina, sesuai
madzhab yang tersebar di negeri mereka, sehingga para murid beliau tidak
menjadi sumber Konflik Horisontal Antar Madzhab di negerinya
masing-masing.
Karenanya, akan sangat arif
dan bijak jika Saudi dan Iran serta Dunia Islam lainnya mengikuti
langkah Universitas Al-Azhar – Mesir dan meneladani apa yang telah
dicontohkan para Ulama Sunni, yang tidak memaksakan suatu madzhab kepada
para mahasiswa dan santrinya, bahkan membekali mereka dengan madzhab
yang dianut oleh negerinya masing-masing, agar di kemudian hari mereka
bisa menjadi pemersatu umat Islam, bukan menjadi sumber konflik yang
memecah belah kaum muslimin.
UNDANG UNDANG ANTI MISIONARIS MADZHAB
Sudah seyogyanya, Madzhab
Minoritas di suatu negeri harus "Tahu Diri", dan Madzhab Mayoritas di
negeri tersebut harus "Tahan Diri", sehingga keharmonisan hubungan antar
Madzhab Islam bisa terjamin dan berjalan baik. Jika hal tersebut bisa
terwujud, maka hubungan antar madzhab di tengah masyarakat Islam bisa
berjalan secara alami, sehingga tidak terlalu diperlukan peran serta
negara, kecuali hanya untuk turut menjaga keharmonisan tersebut.
Namun, jika Madzhab
Minoritas "Tidak Tahu Diri", dan Madzhab Mayoritas "Tidak Tahan Diri",
tentu akan mengundang konflik serius antar Madzhab Islam tersebut,
sehingga sangat diperlukan peran serta negara untuk meredam konflik.
Dalam kondisi seperti ini, maka perlu dipertimbangkan adanya
Undang-Undang Anti Misionaris Madzhab dalam negara tersebut.
MENCEGAH KONFLIK
Undang-Undang Anti
Misionaris Madzhab tidak dimaksudkan untuk melarang keberadaan suatu
Madzhab di suatu negeri dan tidak pula ditujukan untuk menindasnya, akan
tetapi hanya untuk melarang penyebar-luasan suatu madzhab di wilayah
madzhab lain untuk menghindarkan Konflik Horisontal antar penganut
madzhab yang ada di negeri tersebut.
Di Saudi sebagai Negara
Wahabi sudah sejak lama melarang penyebaran madzhab apa pun di luar
Wahabi, namun Saudi tetap memperkenankan bahkan melindungi warganya yang
Non Wahabi. Dan Saudi pun tidak pernah melarang warga Syiah sekali pun
untuk tinggal di Saudi dan menunaikan Haji dan Umroh serta Ziarah ke
Madinah.
Di Iran sebagai Negara
Syiah juga sejak Revolusi melarang penyebaran madzhab apa pun di luar
Syiah, namun Iran tetap memperkenankan bahkan melindungi warganya yang
Non Syiah.
Dengan demikian, di Saudi
mau pun Iran sudah berlaku sejak lama aturan yang substansinya adalah
Undang-Undang Anti Misionaris Madzhab yang melarang penyebaran madzhab
apa pun di luar madzhab yang dianut oleh kedua negara tersebut.
Begitu pula di Malaysia dan
Brunei sebagai negara Aswaja Asy’ari Syafi’i sudah berjalan
Undang-Undang Anti Misionaris Madzhab, sehingga kalangan Syiah dan
Wahabi diperkenankan dan dilindungi hidup di Malaysia dan Brunei, namun
dilarang menyebar-luaskan paham dan ajarannya.
INDONESIA NEGARA ASWAJA
Nah, Indonesia perlu
belajar kepada Saudi, Iran, Malaysia dan Brunei tentang pengadaan dan
pemberlakuan Undang-Undang Anti Misionaris Madzhab. Dan Indonesia
sebagai Negara Sunni Asy’ari Syafi’i harus berani melarang penyebaram
paham dan ajaran apa pun di luar ajaran Aswaja, seperti Syiah dan
Wahabi, apalagi Liberal.
Setidaknya di Indonesia
mesti ada aturan hukum tentang Larangan Penghinaan terhadap Ahul Bait
dan Shahabat Nabi SAW, sehingga siapa pun yang melanggarnya harus
diberikan sanksi yang berat, misalnya dipenjara sekurang-kurangnya lima
tahun atau hingga ia bertaubat.
Berbahaya sekali jika
pemerintah RI membiarkan interaksi Antar Madzhab tanpa aturan, apalagi
tatkala Madzhab Minoritas "Tidak Tahu Diri", dan Madzhab Mayoritas
"Tidak Tahan Diri".
Bayangkan saja akibatnya :
umat Islam Indonesia yang Asy'ari Syafi'i selama ini cinta Ahlul Bait
termasuk ayah bunda Nabi SAW, dan sudah tebiasa dengan amaliyah
Tawassul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Marhabanan dan peringatan Hari Besar
Islam. Lalu tiba-tiba muncul "Wahabi Ekstrim" yang memusyrikkan ayah
bunda Nabi SAW dan membid'ahkan bahkan mengkafirkan amaliyah Aswaja
tersebut. Tentu kalangan Aswaja akan marah, dan itu bisa menimbulkan
Konflik Horisontal. Faktanya, beberapa tahun lalu di NTB ada Pesantren
Wahabi yang dirusak massa lantaran masalah tadi.
Bayangkan juga akibatnya :
umat Islam Indonesia yang Asy'ari Syafi'i selama ini cinta para Shahabat
Nabi SAW, bahkan sudah terbiasa "Tarodhdhiy" yaitu membaca
"Rodhiyallaahu 'anhu" untuk Shahabat. Lalu tiba-tiba muncul "Syiah
Ekstrim" yang secara demonstratif dan konfrontatif serta provokatif
memcaci maki para Shahabat Nabi SAW, bahkan mengkafirkannya. Tentu
kalangan Aswaja akan marah, dan itu bisa menyebabkan Konflik Horisontal.
Faktanya, di Sampang - Madura ada Pesantren Syiah yang dirusak massa
lantaran masalah tadi.
Nah, kalau hal seperti ini
dibiarkan terus, maka ke depan bisa menjadi penyebab "Tragedi
Kemanusiaan" yang sangat mengerikan, berupa Perang Sektarian antar
Madzhab Islam, saling serang dan bakar, saling bunuh dan sembelih,
seperti yang terjadi di Iraq dan Syria.
Na'uudzu Billaahi Min Dzaalik ....
Semoga Allah SWT menyatukan
umat Islam dan menyelamatkannya dari fitnah adu domba, serta
memenangkannya atas semua musuh-musuhnya.
Aaamiiiin .... !
Sumber : www.habibrizieq.com
0 komentar:
Posting Komentar