TANGERANG-Puluhan ibu-ibu warga Kelurahan Gondrong,
Petir dan Pinang, Kota Tangerang yang terkena pembebasan lahan proyek
turap Kali Angke, menuntut untuk penghitungan ulang harga ganti rugi
lahan. Pasalnya, tim appraisal telah memutuskan harga rendah secara
sepihak.
Tuntutan itu itu disampaikan warga saat melaukan hearing dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemkot, dan DPRD Kota Tangerang di gedung badan musyawarah (Banmus) DPRD setempat, Rabu (24/12).
"Baik pengukuran sampai penetapan harga tidak adil dan tidak merata. Tim apprasial datang ke rumah cuma suruh saya sebutin isi rumah, lalu dicatat dan saya suruh tanda tangan. Pas keluar hasilnya tidak sesuai. Petugas itu sudah salah caranya," tukas Ani salah satu warga Gondrong.
M Asikin Wirayuda, warga RT 01/02, Kelurahan Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang mengatakan, tim appraisal telah memutuskan harga tanah sangat rendah dari NJOP.
Rata-rata harga yang ditetapkan sekitar Rp 850 ribu per meter. Padahal harga saat ini sudah mencapai Rp4-5 juta per meter.
Bahkan untuk di pinggir Jalan Raya KH Hasyim Ashari sudah Rp 15 juta per meter.
"Mana ada harga tanah segitu, kita mau tinggal di mana nantinya? Harga juga sudah diputuskan sepihak tanpa kesepakatan dengan warga. Artinya ada aturan yang dilanggar dalam proses pembebasan lahan ini oleh tim appraisal. Ada sekitar 200 warga dari tiga kelurahan yang tanahnya diberi harga murah," tandasnya.
Asikin menambahkan, tim appraisal juga telah menegaskan bagi warga yang tidak setuju dengan penetapan harga untuk menggugat ke pengadilan. Namun, dalam ketentuan UU 2/ 2012 Pasal 38, masyarakat menggugat ke pengadilan jika tidak setuju dengan harga yang telah disepakati sebelumnya.
"Bagaimana mengguat, kesepakatannya saja belum dilakukan. Mereka cuma survey dan nanya-nanya isi rumah. Lalu tiba-tiba langsung keluar harga. Harusnya musyawarah dilakukan dulu sebelum ada kesepakatan seperti yang tertuang dalam Pasal 37-nya," paparnya.
Asikin juga kecewa dengan sikap Tim Appraisal karena tidak pernah hadir setiap musyawarah dengan warga.
Tuntutan itu itu disampaikan warga saat melaukan hearing dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemkot, dan DPRD Kota Tangerang di gedung badan musyawarah (Banmus) DPRD setempat, Rabu (24/12).
"Baik pengukuran sampai penetapan harga tidak adil dan tidak merata. Tim apprasial datang ke rumah cuma suruh saya sebutin isi rumah, lalu dicatat dan saya suruh tanda tangan. Pas keluar hasilnya tidak sesuai. Petugas itu sudah salah caranya," tukas Ani salah satu warga Gondrong.
M Asikin Wirayuda, warga RT 01/02, Kelurahan Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang mengatakan, tim appraisal telah memutuskan harga tanah sangat rendah dari NJOP.
Rata-rata harga yang ditetapkan sekitar Rp 850 ribu per meter. Padahal harga saat ini sudah mencapai Rp4-5 juta per meter.
Bahkan untuk di pinggir Jalan Raya KH Hasyim Ashari sudah Rp 15 juta per meter.
"Mana ada harga tanah segitu, kita mau tinggal di mana nantinya? Harga juga sudah diputuskan sepihak tanpa kesepakatan dengan warga. Artinya ada aturan yang dilanggar dalam proses pembebasan lahan ini oleh tim appraisal. Ada sekitar 200 warga dari tiga kelurahan yang tanahnya diberi harga murah," tandasnya.
Asikin menambahkan, tim appraisal juga telah menegaskan bagi warga yang tidak setuju dengan penetapan harga untuk menggugat ke pengadilan. Namun, dalam ketentuan UU 2/ 2012 Pasal 38, masyarakat menggugat ke pengadilan jika tidak setuju dengan harga yang telah disepakati sebelumnya.
"Bagaimana mengguat, kesepakatannya saja belum dilakukan. Mereka cuma survey dan nanya-nanya isi rumah. Lalu tiba-tiba langsung keluar harga. Harusnya musyawarah dilakukan dulu sebelum ada kesepakatan seperti yang tertuang dalam Pasal 37-nya," paparnya.
Asikin juga kecewa dengan sikap Tim Appraisal karena tidak pernah hadir setiap musyawarah dengan warga.
Sumber : TangerangNews.com
0 komentar:
Posting Komentar