Selasa, 06 Januari 2015

Menguak Sejarah Madrasah di Indonesia (5)


Oleh Dr. Manpan Drajat, M.Ag., Dosen UIN SGD Bandung DPK STAI DR.KH.EZ. Muttaqien Purwakarta, Ketua STAI DR.KH.EZ.Muttaqien Purwakarta


DALAM perkembangannya, Ordonansi Guru sendiri mengalami perubahan dari keharusan guru agama mendapatkan surat izin menjadi kehaursan guru agama itu cukup melapor dan memberitahu saja. Selain Ordonansi Guru, pemerintah Hindia Belanda juga pada tahun 1932 mengeluarkan peraturan yang dapat memberantas dan menutup sekolah yang tidak ada izinya, atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Hindia Belanda, kebijakan ini disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonanite).

Ketentuan ini mengatur bahwa penyelenggaraan pendididkan harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pemerintah. Laporan-laporan mengenai kurikulum dan keadaan sekolah harus diberikan seara berkala. Ketidak lengkapan laporan sering dijaidkan alasan untuk menutup kegiatan pendidikan di kalangan masyarakat tertentu.

Kebijajakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih berlanjut pada masa penajajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa modifikasi. Walaupun diakui lebih memberikan kebebasan dari pada penajajah Belanda, tetapi kebijakan dasar pemerintah penajajah Jepang berorientasi pada penguatan kekuasannya di Indonesia.

Untuk memperoleh dukungan dari umat Islam, pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan yang menawarkan bantuan dana bagi sekolah dan madrasah. Berbeda dengan kolonial Belanda, pemerintah Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada masa pemerintahan sebelumnya.

Namun demikian, pemerintah Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia.

B. Madrasah pada Masa Awal Kemerdekaan
Ditengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P&K (Depdikbud).

Oleh karena itu maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara keuda departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pembinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Pendidikan Agama sendiri.

Pendidikan agama Islam untuk sekolah umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum itu pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.

Perkembangan madrasah pada masa awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri sejak 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Oreintasi usaha Departemen Agama dalam bidan pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi ummat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu sendiri.

Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh satu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama. dalam salah satu dokumen disebutkan bahwa tugas bagian pendidikan di lingkungan Departemen Agama itu meliputi (1) Memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikular (2) memberi pengetahuan umum di madrasah, dan (3) mengadakan pendidikan guru agama (PGA) dan pendidikan hakim Islam negeri (PHIN).

Dengan tugas-tugas seperti di atas, Departemen Agama dapat dikatakan sebagai representasi umat Islam dalam memperjuangkan penyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih meluas di Indonesia. Dalam kaitannya dengan perkembangan madrasah, Departemen tersebut menjadi andalan yang secara politis dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang serius di kalangan pemimpin yang mengambil kebijakan.

Di samping melanjutkan usaha-usaha yang dirintis oleh sejumlah tokoh seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari, KH. Ilyas, Mahmud Yunus dll. Departemen Agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu pendidikan.

Perkembangan madrasah yang paling spektakuler pada masa orde lama adalah dengan didirikannya Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam negeri (PHIN) (Maksum, 1999:124). Hal ini dianggap sepektakuler karena berdirinya kedua lembaga pendidikan Islam ini sebagai momentum penting perkembangan madarasah karena:

Pertama, Pendidikan ini akan mencetak tenaga-tenaga profesional dalam pengembangan agama Islam.
kedua, Pendidikan Guru Agama akan mencetek calon-calon guru agama yang fokus pada pendidikan agama Islam. Khusus mengenai PGA, akarnya memang sudah dimulai sejak masa sebelum kemerdekaan khususnya di wilayah Minangkabau, tetapi dengan pendidirian PGA oleh Depertemen Agama, kelanjutan madrasah di Indonesia mendapat jaminan yang lebih strategis.

PGA menghasilkan guru-guru agama yang secara praktis akan menjadi motor bagi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan madrasah. Ketersediaan guru yang disuplai oleh lembaga tersebut semacam menjamin perkembangan madrasah di Indonesia.

Dari catatan Mahmud Yunus yang dikutip oleh Ainurrofik (2005:44) diperoleh data bahwa sejarah perkembangan PGA pada masa itu bermula dari program Departemen Agama yang ditangani oleh Abdullah Sigit sebagai penanggungjawab bagian pendidikan. Pada tahun 1950 bagian ini membuka dua lembaga pendidikan yang dikatakan sebagai madrasah profesional keguruan, yaitu : Sekolah Guru Agama Islam (SGAI). Sekolah ini terdiri dari dua jenjang yaitu jenjang jangka panjang yang selama lima tahun yang diperuntukkan bagi siswa lulusan SR/MI dan jenjang jangka pendek yang hanya ditempuh selama dua tahun yang diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah.

Pada perkembangan selanjutnya SGAI berubah menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA) dan SGHI berubah menjadi Sekolah Hakim Guru Agama (SHGA).

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com