TANGERANG – Sore kemarin lusa (01/01/2015) saya mengajak keluarga ke Supermal Karawaci di komplek Lippo Karawaci Tangerang. Sebagai salah satu mal terbesar di Tangerang, hari itu Supermal penuh sesak dengan keluarga yang mengajak anak-anaknya untuk berlibur sekedar memanfaatkan waktu libur tahun baru. Saking sesaknya kami bahkan menghabiskan waktu lebih dari 15 menit untuk sekedar mendapatkan tempat parkir kendaraan.
Setelah lelah berkeliling tak terasa waktu sholat maghrib sudah tiba. Berbekal ingatan pengalaman ke tempat ini sebelumnya, saya dan keluarga bergegas ke lantai basement menuju mushala yang tersedia di dekat tempat parkir kendaraan. Tapi kami harus kecewa karena ternyata, mushala di lantai basement sudah dibongkar.
Oleh security kami kemudian diarahkan untuk naik satu lantai ke UG. Tapi setelah mencari kesana kemari mushala dimaksud tidak ditemukan juga. Lagi, oleh security lantai UG kami diarahkan ke lantai 1 (FF).
“Bapak naik sampai ketemu Hype*mar*, nanti belok kanan, lalu lurus sampai mentok nah disitu ada mushala,” demikian info dari security. Mengingat waktu shalat maghrib yang sudah akan habis, kami setengah berlari menuju lantai FF.
Setelah mengikuti petunjuk yang diberikan, kami sampai di mushala lantai FF, tapi lagi-lagi kami harus kecewa, antrian mengular jamaah yang akan shalat begitu panjang. Bahkan untuk wudhu kami harus antri. Selesai wudhu kami masih harus menunggu empat kali jamaah shalat karena mushala yang ada hanya cukup menampung 10-15 jamaah, sementara hari itu pengunjung mal mencapai ribuan orang dan saya yakin sebagian besarnya adalah muslim. Alhasil kami baru berhasil shalat di penghujung waktu maghrib, itupun dengan tergesa-gesa.
Saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin mal yang begitu besar tidak mampu menyediakan tempat shalat yang layak untuk pengunjung. Tentu yang harus dipertanyakan adalah itikad baik pengelola mal, dalam hal ini Grup Lippo, milik Muchtar Riady.
Bandingkan dengan mal di Jakarta yang sekarang justru berlomba-lomba menyediakan tempat shalat yang bersih, luas dan nyaman. Ciputra Mal Grogol yang juga milik konglomerat Cina, punya ruang shalat yang layak. Pejaten Village di Pasar Minggu punya masjid di dalam mal. Pun dengan Kota Kasablanka yang masjidnya begitu luas. Bahkan Mal Kalibata yang termasuk mal kelas menengah menyediakan masjid yang nyaman.
Apakah ini bukti kebencian keluarga Riady kepada umat Islam Indonesia? [ska/sharia.co.id/]
0 komentar:
Posting Komentar